PENYESALAN

PENYESALAN
Ekstrakurikuler | 20 Februari 2022
Nouvan Andria Firmansyah
Matahari kembali muncul di ufuk timur.
Seperti biasa mengawali hari-hari dengan keindahan sinarnya. Tapi, apakah
keindahan sinar itu berpengaruh bagi seorang anak bernama Andi??.. Yang
hidupnya sangat membutuhkan kasih sayang ayah dan ibu, sejak berusia tiga tahun. Dia diasuh oleh Bi Asih,
begitulah dia memanggil pembantunya.
Ayah dan Ibunya sibuk dengan peerjaannya, berangkat jam lima pagi dan pulang
hampir tengah malam, Terkadang sampai tidak pulang beberapa hari. Beruntung dia
masih memiliki Bi asih dan arif kakak kandung laki-lakinya. Meskipun demikian,
kehidupannya tetap terasa sepi tidak ada hal yang lebih indah bagi seorang anak
melainkan kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua.
Pagi itu Andi berangkat sekolah
bersama arif, setelah sampai di sekolah Andi disuruh gurunya untuk tampil
pentas musik bersama kelompoknya pada acara kemerdekaan dua minggu lagi. Pada
acara tersebut orang tua siswa diwajibkan hadir pada acara tersebut, betapa
senangnya Andi dia membayangkan berdiri di panggung dihadapan orang tuannya,
jika itu terjadi dia sangat bangga.
Sesampainya di rumah, Andi dengan
semangatnya menunggu orang tuanya pulang. Berkali-kali dia terserang rasa
kantuk. Tetapi karena niatnya yang bersungguh-sungguh, dia bisa menahannya.
Akhirnya usahanya menemui hasil. Tepat
jam setangah dua belas orang tuanya pulang. Andi dengan semangatnya keluar dari
kamar. Berlari menuju orang tuanya.
“Ayaaah!!” Andi berteriak sambil
berlari menuju ayahnya setelah sampai di dekat ayahnya. Andi langsung memeluk
ayahnya.
“Andi. Kenapa belum tidur?!” tanya
ayahnya kesal
“Aku bawa kabar gembira yah! Dua
minggu lagi aku tampil pentas musik di acara kemerdekaan, ayah dan ibu di suruh
datang ke sekolah, ayah sama ibu maukan??? Andi berkata dengan semangat setelah
melepas pelukannya.
“Ayah dan Ibunya saling lirik.
“Nggak bisa!” ayahnya menjawab cepat.
“Kok nggak bisa?” raut wajah Andi
sedikit berubah.
“Kamu nggak ngerti kalau kita lagi
sibuk?!! Suruh kakak atau bi asih kan bisa. Sudah cepat kembali ke kamarmu!!!”
ayahnya membentak kemudian pergi meninggalkan Andi diikuti istrinya.
Andi hanya tertunduk. Air mata
mengalir di pipinya.
Meskipun demikian, Andi tidak menyerah
untuk membentuk kedua orang tuanya. Setiap hari dia memohon. Hingga tiga belas
hari terlewati, orang tuanya tetap menolak. Merasa kasihan dengan adiknya. Arif
ikut membujuk orang tuanya malam itu.
“Yah, bu, tidak bisakah ayah sama ibu
meluangkan waktu untuk Andi besok??” tanya arif ketika menunggu orang tuanya
pulang.
“Nggak bisa!” jawab ayahnya ketus.
“Andi baru kelas lima SD. Dia butuh
kasih sayang yah.
“Apa kami bekerja seharian untuk kami
sendiri?? Kami bekerja untuk kamu dan adikmu!!” ibunya menyahut lantang.
“Oke. Ayah sama Ibu memang berkerja
untuk kita. Tapi untuk Andi itu tidak seberapa. Sejak berusia tiga tahun, Andi
tidak pernah lagi merasakan makan bersama, belajar bersama, senda gurau bersama
Ayah sama Ibu. Memang itu hal yang sederhana. Tapi itu sangat berharga untuk Andi,
ibu”.
“CUKUP!!!” ayahnya membentak. “Aris!
Mentang-mentang sudah besar berani lawan orang tua, ANAK TAK TAHU DIUNTUNG!!”
Lantas ayahnya pergi meninggalkan arif
begitu saja di ikuti istrinya.
******
Tepuk tangan membahana setelah Andi
dan kawan-kawanya membawakan lagu di pentas musiknya. Mereka tampil dengan
sempurna. Namun tepuk tangan apresiasi itu tidak berarti bagi Andi. Dari tadi
dia tidak melihat orang tuanya di barisan penonton. Dia hanya melihat Bi Asih.
“Bagus tadi dek Andi tampilnya” kata
Bi Asih setelah acara selesai.
“Ayah sama Ibu kemana bi??” tanya Andi
memelas. Tidak menghiraukan pertanyaan pembantunya.
“Ayah sama Ibu jahat!!” Andi berteriak
lantas berlari keluar sekolah. Bi asih tercengang. Dia hanya bisa menatap
punggung anak majikannya yang berlari meninggalkannya.
Hari sudah gelap. Matahari menghilang
meninggalkan cerahnya siang. Berganti kerlap-kerlip lampu kota yang menghiasi
gelapnya malam.
Seorang anak berjalan menyusuri jalan
yang lengang. Wajahnya kusut, matanya sembab, dan rambutnya berantakan. Dia
merasa anak yang paling rugi di dunia. Anak itu kelelahan, dia lantas duduk
bersandar di tembok pinggir jalan dia membuka tas. Tangannya merogoh mencari
bekal makanannya. Tapi sayang, bekalnya sudah habis. Begitu juga uang sakunya.
Perutnya kelaparan, terakhir makan saat di sarapan tadi pagi. Itu pun hanya dua
potong roti. Badannya lemas tak bertenaga.
Di tempat lain. Arif mengendarai
mobilnya dengan kecepatan normal. Dia pulang terlambat karena mampir kerumah
temannya. Dia melambatkan laju mobilnya setelah melihat seorang anak yang duduk
bersandar lemas di pinggir jalan. Arif tersentak. Dia sangat kenal anak itu. Andi
adik kandungnya.
Arif langsung menghentikan mobilnya.
Lantas dia keluar dari mobil berlari menuju Andi.
“Andi! Ngapain disini?? Ayo pulang!” Arif berjongkok
memandangi adiknya yang terduduk lemas. Lantas dia mengangkat adiknya masuk ke
mobil. Setelah itu arif menginjak pedal gas melaju cepat meninggalkan tempat
yang menjadi saksi pertolongan itu.
Setelah sampai dirumah. Arif langsung
menggendong adiknya masuk kerumah. Lantas membaringkannya di kamar adiknya. Bi
Asih yang sedang membersihkan ruang tamu tersentak melihat Arif terburu-buru
menggendong adiknya. Bi Asih langsung membuntuti Arif.
“kenapa ini den Arif??” Tanya Bi Asih
panik.
“nggak tau bi. Tadi aku nemuin Andi
sudah kayak gelandangan di jalan.
“ya Allah.!” Lebih dari cukup jawaban
Arif untuk membuat Bi Asih kaget.
“kok bisa Andi keluar malam bi? Gimana
ceritanya?
“tadi setelah Andi tampil, Andi langsung keluar dari
sekolah. Mungkin karena kecewa Ayah Ibunya nggak datang. Dari tadi bibi cariin
dek Andi”
“bentar, aku telepon ibu” Arif
langsung meraih ponsel di saku celananya. Lantas menekan-nekan layar ponsel.
Setelah itu benda pipih tersebut ia tempelkan di telinganya.
“Halo, bu” Arif langsung mengawali
pembicaraan.
“Ada apa?” ibunya menjawab ketus.
“Cepat pulang bu! Andi sakit parah.
Badanya lemas dan pucat, dia butuh pertolongan.
“Haduuuh.. Udah-udah, jangan manja!
Ambil obat di lemarinya Andi. Ibu sibuk!” jawab ibunya ketus lantas mematikan
hubungan komunikasi.
“Tapi bu, bu? Halo? Sial” Arif
mengumpat kesal karena perlakuan orang tuannya.
“Bi, tolong ambilkan obat di lemari”
bi Asih langsung bergegas mengambilkannya. Dengan cepat, memberikan obat
tersebut kepada Arif. Arif menerimanya lalu membukanya dan meminumkannya ke
mulut Andi yang keadaanya setengah sadar.
“ka…kak… Andi memanggil kakaknya
dengan suara pardu
“ya dek. Arif meresponnya halus.
“A…Ayah… sama… i…ibu kemana kak…?”
“mereka kerja dek”
“bi…bilangan…ke…A..Ayah..sam…a….Ibu…kak…jang..an…se..sedih…ka.kalau…Andi…u..udah….nggak…ada,kan..mas…masih..ada..kakak"
“Loh? Andi nggak boleh ngomong kayak
gitu!”
“Andi…udah….nggak..kuat..kak..
“Andi…jangan ngomong kayak git-“ belum
selesai kalimat Arif, mata Andi terpejam dan kepalanya menoleh ke kanan. Tak
sadarkan diri.
“Andi! Andi! Bangun Andi!” Arif
berteriak sambil mengguncang-mengguncangkan tubuh Andi. Lantas mengecek urat
nadinya dengan cara merasakannya di pergelangan tangannya.
Setelah mengecek, Arif menggeleng
lantas memejamkan mata. Air mata mengalir deras, tidak percaya ini terjadi.
Memang takdir tidak bisa di lawan ia harus menerima ini. Ini adalah tak lain
oleh orang tuanya. Sekarang dia harus merasakan imbasnya.
“Innalillahi wa inna ilaihi roji’un”
Arif mengucapkan kalimat itu dengan suara berat. Bi Asih pun juga tak bisa
membendung air matanya.
Andi
harus pergi dengan selama-lamanya…
Arif langsung meraih ponselnya,
berniat menelpon orang tuanya. Dia memberitahu kabar tersebut diiringi tetesan
air matanya. Meskipun tidak peduli dengan anak kandungnya, orang tua mana yang
tidak terkejut mendengar anaknya meninggal? Seketika itulah, mereka langsung
menyudahi pekerjanya. Bergegas menemui anaknya.
Setelah sampai di rumah, mereka
langsung masuk ke kamar Andi. Saat itulah, mereka memahami arti sebenarnya dari
kasih sayang sekaligus penyesalan. Mereka menyadari bahwa anak sangat
membutuhkan belaian orang tua.
Sang
ibu langsung histeris, memeluk anaknya yang terbaring tak bernyawa di ranjang,
berteriak memanggil nama anaknya. Tapi itu mustahil untuk menyadarkan anaknya
kembali. Sang ayah hanya tertunduk pasrah, butiran air mata keluar mengalir di
pipinya. Menyadari betapa bodohnya dirinya.
Kita semua tahu, apalah arti dari
kekayaan bagi seorang anak jika tidak mendapat kasih sayang tulus dari kedua
orang tua. Anak adalah amanat dari Tuhan untuk di jaga dan dijadikan
sebaik-baiknya. Karena sejatinya, anaklah harta karun berharga di dunia ini……..
Berita Terbaru
Unit usaha budidaya jamur BM gandeng Bank Indoneisa
Doubletrack | 20 Februari 2022

Penyembelihan Kurban Hari Raya Idul Adha
Agenda | 20 Februari 2022

Siswa SMA BM Praktek Bertanam Hidroponik
Doubletrack | 20 Februari 2022

Progam Doubletrack di Unit Usaha Budidaya Puyuh
Doubletrack | 21 Februari 2022
